Menakar Peluang Jabatan Presiden Tiga Periode
Wacana jabatan presiden 3 (Tiga) periode kembali mencuat ke permukaan publik. Setelah beberapa relawan Jokowi-Prabowo atau Jakpro membentuk sekretariat dan menyatakan dukungan secara terbuka terhadap Presiden Jokowi untuk ikut berkontestasi kembali di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari dikenal sebagai pelantang gagasan Jokowi-Prabowo atau Jakpro 2024. Menurut Qodari komunitasnya akan terus mendorong agar Presiden Jokowi bisa mencalonkan lagi di Pilpres 2024 berpasangan dengan ketua umum Partai Gerindra yaitu Prabowo Subianto.
Sebelumnya wacana masa jabatan presiden tiga periode pertama kali menggema di media sosial ketika mantan ketua Majelis Permusyawaratn Rakyat (MPR) Amien Rais mengungkapkan adanya upaya untuk mengandemen pasal yang berkaitan dengan masa jabatan Presiden di dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945). Kendati demikian Presiden Jokowi membantah isu tersebut dalam konferensi fersnya pada 15 Maret 2021.
Bergulirnya wacana masa jabatan presiden tiga periode mendapatkan respon dari berbagai tokoh, tak ayal mayoritas pimpinan partai poltik, akademisi hingga masyarakat pun menolak secara tegas wacana tersebut. Karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan cita-cita reformasi.
Amandemen adalah Kunci
Merespon dinamika yang ada Juru bicara presiden Fdajroel Rachman menegaskan bahwa Jokowi menolak wacana masa jabatan tiga periode. Karena memahami ketentuan Pasal 7 UUD 1945 yang telah membatasi batas masa jabatan selama 2 periode.
Masa jabatan preisden di Indonesia secara tegas telah dibatasi oleh konstitusi. Prof Yusril Ihza Mahendra menyebutkan Konstitusi dibentuk dengan maksud agar penyelengara negara mempunyai arah yang jelas dalam menjalankan kekuasaanya.
Konstutusi berfungsi untuk mengorganisir kekuasaan agar tidak dapat digunakan secara paksa dan sewenang-wenang. Sementara Mahfud Md menyebutkan adanya kontitusi yang berkaitan dengan masa jabatan Presiden anatara lain untuk membatasi kekuasaan baik lingkup maupu waktunya.
Jika dilihat dari aspek historis rumusan pembatasan jabatan 2 periode lahir dari kehendak untuk membatasi kekuasaan presiden dan wakil presiden dengan mempertimbangkan pengalaman presiden Soekarno dan Soeharto yang memiliki kekuasaan besar. Karena tidak adanya batasan Presiden dan wakil presiden.
Tak hanya itu batasan masa jabatan presiden juga dipertegas dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal 169 huruf n UU pemilu menentukan salah satu persyaratan calon Presiden dan wakil Presiden adalah belum pernah menjabat sebagai Presiden atau wakil Presiden selama 2 (Dua) Periode dalam jabatan yang sama. Dengan demikian UUD 1945 dan UU Pemilu dengan tegas telah menentukan masa jabatan presiden hanya dua Periode.
Namun wacana masa jabatan presiden tiga periode bisa saja terwujud apabila anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melakukan Amandemen UUD 1945 terutama yang berkaitan dengan pasal masa jabatan presiden. Mengacu pada pasal 37 UUD 1945, untuk mengusulkan amandemen UUD diperlukan usulan terlebih dahulu dari 1/3 (Sepertiga) anggota MPR atau minimal berjumlah 237 dari jumlah 711 anggota MPR yang ada.
Kalau dilihat dari partai koalisi yang ada, amandemen UUD untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode sangat terbuka lebar. Mengingat mayoritas partai yang memiliki suara terbanyak di parlemen dekat dengan kekuasaan.
Dengan demikian peluang untuk mengotak-atik pasal masa jabatan presiden tiga Periode dalam UUD 1945 besar kemungkinan bisa terwujud. Karena Undang-undang merupakan produk politik. Sebab ia merupakan kristalisasi, atau legalisasi dari kehendak-kehendak poltik yang saling bersaingan, baik melalui kompromi politik maupun melalui dominasi oleh kekuatan politik yang ada.
Artikel tersebut telah diterbitkan di Times Indonesia https://www.timesindonesia.co.id/read/news/354891/menakar-peluang-jabatan-presiden-tiga-periode
0 Comments