Profesi Notaris dan Kewajiban Pengisian Form Costumer Due Diligence (CDD)
Bersamaan dengan mulai berjalannya proses Pemeriksaan Reguler Protokol Notaris di beberapa wilayah di Indonesia, muncul pertanyaan yang ditimbulkan karena adanya permintaan dari Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM kepada para Notaris untuk mengisi form Costumer Due Diligence (CDD).
Entah dikarenakan minimnya sosialisasi terkait hal ini atau karena ketidak update-an para rekan Notaris di Sumsel permintaan pengisian form CDD tersebut menimbulkan kebingungan dikalangan Notaris.
Kebingungan tersebut tidak hanya terkait teknis pengisiannya saja tetapi juga pada subtansi CDD itu sendiri, wajib atau tidakah bagi Notaris untuk mengisi form CDD.
Tulisan singkat ini berusaha memberikan sedikit informasi dan juga pendapat pribadi saya tentang CDD.
Apakah Costumer Due Diligence atau CDD itu ?
Costumer Due Diligence adalah penerapan prinsip pengenalan terhadap pengguna jasa yang didalamnya meliputi indetifikasi dan verifikasi pengguna jasa serta pemantauan transaksi pengguna jasa.
Hal ini dilakukan dalam rangka pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
CDD ini sebenarnya merupakan amanat dari UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diturunkan dalam PP No. 43 Tahun 2015 selanjutnya diturunkan lagi dalam Permenhukham No. 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa.
Apakah Notaris Wajib mengisi form CDD?
Atas pertanyaan ini terdapat dua jawaban, yang pertama jawabanya adalah tidak, selama Notaris menjalankan tugas sebagaimana yang diatur dalam UUJN maka hal tersebut tidak mewajibkan Notaris untuk mengisi form CDD.
Jawaban yang kedua adalah Notaris wajib mengisi form CDD apabila Notaris melakukan kegiatan lain diluar kewenangan jabatanya sebagai Notaris.
M. Taufik Ketua Bidang Organisasi PP INI dalam paparanya terkait dengan CDD memberikan contoh beberapa hal yang menyebab kan Notaris wajib mengisi form CDD antara lain adalah Menyetorkan, menarik uang, mentransfer, menempatkan deposito atau melakukan transaksi lain atas nama Klien dan melakukan pembayaran pajak penjualan atau pembelian untuk dan atas permintaan klien.
Permasalahan lainya adalah masih banyak stakeholder (baik Notaris maupun Pemeriksa) yang belum paham terkait hal ini yang kemudian menimbulkan miskomunikasi di lapangan.
Bagaimana Kontruksi Yuridis terkait kewajiban CDD oleh Notaris ?
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa CDD merupakan amanat atau perintah dari UU No. 8 Tahun 2010. Yang menarik adalah dalam UU No. 8 Tahun 2010 tidak ada satupun pasal yang menyebutkan tentang Notaris.
Profesi Notaris disebutkan sebagai salah satu Profesi yang wajib melapor terkait CDD diatur dalam PP No. 43 Tahun 2015 Tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasarkan hal tersebut PP No 43 tahun 2015 secara langsung menambah kewajiban bagi Notaris.
Disisi lain, kita sama-sama mengetahui bahwa kewenangan dan kewajiban Notaris bersumber pada Undang-undang Jabatan Notaris.
Maka timbul pertanyaan apakah peraturan perundang-undangan setingkat PP bisa menambah kewajiban yang secara limitatif sudah diatur dalam UUJN.
Kemudian dalam pendeketan Ilmu Perundang-undangan yang juga telah diatur secara jelas dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara jelas bahwa terkait pembebanan kewajiban bagi warga negara adalah merupakan materi muatan Undang-undang, bukan materi muatan Peraturan Pemerintah.
Hal ini tentunya bertentangan dengan asas-asas dalam pembentukkan peraturan negara yang baik ( beginselen van behoorlijke regelgeving).
Belum lagi terkait kewajiban Notaris untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuat oleh Notaris dengan segala keterangan yang diperolenya sebagaimana diatur dalam Pasal 16 huruf F UUJN akan secara mutatis mutandis terlanggar ketika Notaris mengisi form CDD.
Masih menurut Pasal 16 huruf F pengesampingan atas prinsip kerahasiaan oleh Notaris itu hanya dimungkinkan atas perintah “Undang-Undang”, oleh karena itu pengesampingan prinsip kerahasiaan oleh Notaris dalam pengisian from CDD tidak cukup hanya didasarkan pada pertaruran perundang-undangan selevel Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka norma dalam PP No 43 tahun 2015 yang menyatakan bahwa Notaris diposisikan sebagai Pelapor dan diberikan kewajiban untuk mengisi form CDD secara kontruksi yuridis perlu kiranya untuk ditinjau ulang.
Notaris dan Kebenaran Formil
Dalam dunia kenotariatan kita sama-sama mafhum bahwa Notaris hanya berkewajiban untuk mencari data formil yang tentunya hal itu bermuara pada kebenaran formil belaka.
Notaris tidak berkewajiban untuk masuk jauh kedalam mencari data dan membuktikan kebenaran materiil atas kepentingan para penghadapnya, Notaris tidak dibebani kewajiban untuk mengecek secara jauh apakah KTP penghadap asli atau palsu, apakah akte kelahiran seseorang asli atau palsu, dst.
Itulah kenapa dalam akta Notaris digunakan frasa “menurut keteranganya”, karena Notaris hanya mengkonstatir keterangan dari para pihak.
Sementara terkait dengan form CDD, sebagian data yang diminta adalah data materiil para pihak. Hal ini tentunya menimbulkan kontradiksi secara hukum.
Seolah-olah dalam PP No. 43 Tahun 2015 yang kemudian diturunkan dalam Permenhukham No. 9 tahun 2017 paradigma yang digunakan untuk melihat Notaris adalah semata-mata penyedia jasa, padahal secara hakiki sebagaimana yang diatur dalam UUJN Notaris adalah “Pejabat Umum” bukan hanya sekedar penyedia barang dan jasa.
Konklusi atau Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas ada beberapa hal yang bisa disimpulkan. Pertama adalah terkait kewajiban CDD oleh Notaris, hal ini masih memerlukan sosialisasi yang komprehensif antar pemangku kepentingan agar tidak terjadi saling salah paham dalam praktek di lapangan.
Kedua, secara teoritis, kontruksi yuridis kewajiban Notaris terkait CDD masih menyisakan celah perdebatan akademis.
Semoga tulisan sederhana ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat hukum di Indonesia, khususnya para Notaris dan stakeholder lainnya.
Sebagaimana yang telah disampaikan di awal bahwa tulisan ini merupakan pendapat pribadi yang tentunya masih terbuka celah untuk saling koreksi dan diskusi.
*Artikel tersebut telah diterbitkan sebelumnya di tribunnews.com tanggal 12 Juli 2020. Link Artikel : https://jakarta.tribunnews.com/2020/07/12/profesi-notaris-dan-kewajiban-pengisian-form-costumer-due-diligence-cdd
0 Comments